SELAMAT TINGGAL
Selamat tinggal Ancol, taman impian
Aku kan berangkat ke TMII
Melalui Taman Ismail Marzuki
Walau kereta belum jua berangkat
Tapi peluit telah berbunyi
Jiwaku telah siap berangkat
Mantap laju keretaku, kelak
Sesekali dengan pekik keoptimisan
Tak ada yang mampu menghalangiku
Bagi keangkuhan
Sebuah titik merupakan kehancuran
Manusia dina akan hancur
MEMATUNG
Dunia sempit
Kusut, kusam, huh …
Aku tetap mematung
Padahal berjuta orang telah berlalu
Di hadapanku
DIMANA TEMPATKU
Antara ambisi besarku dan kemampuan
Antara gadis-gadis yang riang dan gadis-gadis yang berbusana muslimah
Antara makan di kantin dan kepala pusing menahan lapar
Antara membeli buku referensi buku asli dan fotokopi lima belas perak
Antara kuliah naik mobil dan gemetarnya lutut menunggu bus 210
Antara riuhnya gelak tawa dan kesendirian yang menikam diri
Antara alunan musik dan detak-detak bola pingpong di Lobby
Antara berorganisasi di SM dan mata kuyu badan bungkuk karena belajar
Antara seorang manajer personalia dan seorang guru bimbingan penyuluhan
Antara kelembutan cinta dan tegarnya hati
Antara mesjid dan mushala kampus
Terakhir inilah barangkali tempatku
DIPOMPA
Balon kehidupan ini perlu dipompa dengan suasana riang
Wajah-wajah riang adalah sebagian dari wajah surga
BUAT AYAH TERCINTA
Sesungguhnya orang yang mati di jalan Allah itu tidak mati,
tetapi tetap hidup di sisi Allah
Kita menunggu gilirannya dan akan kembali kepada Allah
Bapak …
Engkau pasti tahu apa yang aku rasakan
Dan apa yang aku pikirkan tentang engkau
Aku ingin menjadi anak yang shaleh
Jaminan ketenangan engkau di sana
Walau telah seratus hari engkau pergi
Semoga jalanmu semakin terang Bapak …
IKHLAS
Tuhan kami, Allah yang kuasa
Meski duka menyuruk di perpisahan
Namun ikhlas jua hati kami
Atas segala taqdir dan qadarMu
Terimalah kembali
Berilah tempat yang terbaik, dan …
Ampuni segala khilaf Ayahanda kami
Semasa hidup bersisian dengan kami
Sesungguhnya Engkau Allah ya Karim
Maha bijak dalam segala kehendak
MASIH KECEWA
Semacam kekecewaan
Panas merayapi dadaku
Kerut dahiku mulai terasa menaik
Kutahan ekspresiku tetap stabil
Itulah nyatanya jiwaku
Belum mengerti permasalahan
Harusnya aku sudah pasrah
Bila ia bisa bahagia
Bahagia menurut versinya
Aku tidak boleh jatuh
Jatuh berarti akan luka
Tetapi aku harus
Pasrah–tenang–sabar
Pasrah – tenang – sabar
P a s r a h – t e n a n g – s a b a r
Sssssssaaaaaaabbbbbbbaaaaaaarrrrrrr
KAPAN BERUBAH
Ooooouuuuuh……
Sebel sekali aku
Kok jadi begini
Kapan sih ada perubahan pada sikapku
Padahal sudah 21 tahun berlalu
Tanpa tokoh ayah
LEMAH
Kamu itu kecil dan lemah
Bila Dia beri malapetaka
Terkadang kamu frustrasi
Kamu hanya sebagai hamba yang diutus
Terlalu lemah mengusir frustrasi
Kecuali kamu laporkan kepada pemilikMu
Pemilik dari segala pemilik
INGIN DEWASA
Oh kedewasaan…
Oh kebahagiaan…
Oh kesungguhan…
Sambutlah dan rangkulah daku
Terimalah aku
Padukan dalam diriku
Sehingga aku menjadi dewasa
KENANGAN DUA TAHUN LALU
Tak ingin kuangankan menggapai awan
Walaupun angin bertiup tak tentu arah
Aku tak ingin tercampak
Kenangan masa lalu itu membuatku haru
Dan sekaligus menggelikan
Aku terkenang 29 Desember dua tahun lalu
ENGKAU MENDERITA AYAH
Engkau menderita, tak berdaya
Pandangan hampa, haru dan muram …
Engkau membuatku serba pesimistis
Namun kadang engkau keras bagai baja
Aku patuh yang menjengkelkan
Aku tak habis mengerti juga Ayah …
GADIS DAN SENYUMNYA
Gadis itu tersenyum
Berlari ke pantai tinggalkan jejak di pasir
dan kaki indah di pelupuk mata
Ah… deburan ombak menghalangi pandangan
Akan kulihat dengan keker
Wow… riangnya gadis itu
Hmm… seksinya dia dengan gayanya itu
Hei… kau jangan ganggu aku kawan
Apa… aku kehabisan sarapan pagi
Ah… rasanya sudah kenyang kok
Kulihat pemandangan indah ini dulu
Hah… kemana gadis itu
Nah ini dia… eh… kok kembali ke pantai
Sudah capek barangkali dia
Lho… kok menuju kemari
(kulepas keker) Amboi begitu indah…
tak terlukiskan tubuhnya dari dekat
Hai… dia menyapa sambil tersenyum
Hmm… apa ini, dia duduk di sampingku
Lho kok jadi begini…
Aku harus bagaimana nih…
KERIAAN DARI ANYER
Keraguan selalu muncul di mana-mana
Sepi juga kutemui di mana-mana
Shalat jumat pun belum mampu membawaku
Pada keriaan yang kudamba
Pantai Anyer nan jauh di sana
Kau goreskan keriaan dan kenangan
Tak terlupakan itu
Terima kasih padamu Anyer
INGIN KEMBALI BEBAS
Aku tak ingin kehilangan dia, dan
Aku tak ingin mencintai dia
Aku ingin hubunganku tetap seperti sekarang, bersahabat
Kubunuh cintaku padanya
Kubiarkan lalu kubunuh lagi
Rasionalisasi demi rasionalisasi
Gejolak ini membuatku lelah
Hubungan ini terancam punah
Sebuah batu besar ada diantara kami
Aku gusar, semangatku goyah
Senyum gadis yang pernah kulupa
Menyejukkan hati yang panas
Hatiku kembali kokoh dan tegar
RESAH
Mataku tak percaya
Badanku dilanda demam
Kepalaku ikut berputar
Pikiranku melayang-layang
Dalam tidur yang resah
Akibat pengakuan yang tidak sah
(Jakarta, 1984)